Oleh: Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal
Bulan Ramadhan adalah bulan yang selalu dirindukan oleh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, sebab mereka meyakini bahwa bulan ramadhan adalah bulan yang selalu mendatangkan berkah, bulan yang selalu memberi tambahan spirit dan semangat bagi yang ingin meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dengan membawa amal saleh yang berlipat ganda.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda tentang bulan Ramadhan (artinya):
“Di bulan itu, malaikat menyeru: Wahai pencari kebaikan, bergembiralah. Wahai pencari keburukan, tahanlah dirimu, hingga berakhirnya bulan Ramadhan”
(HR.Ahmad)
Terkhusus amalan puasa, yang merupakan amalan inti di bulan Ramadhan, dimana Allah Azza wajalla, mengkhususkan ganjaran pahala yang tak ternilai bagi seorang yang mengamalkannya dengan penuh keikhlasan dan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, Dalam hadits Qudsi , Allah Ta’ala berfirman:
“Setiap amalan anak cucu Adam telah ditetapkan pahala baginya, satu kebaikan sama dengan sepuluh kebaikan. Kecuali berpuasa, karena sesugguhnya puasa itu khusus untuk-Ku, dan Aku-lah yang membalasnya.”
(Muttafaq alaihi)
Namun ada satu hal yang banyak dilalaikan oleh orang yang berpuasa, di saat mereka menyangka bahwa berpuasa hanyalah sekedar menahan diri dari makan, minum, dan berjima’ dengan isteri, dan meninggalkan hal- hal yang membatalkan puasa, lalu pemahaman puasa hanya berhenti sampai disitu saja, tidak lebih. Tentu ini merupakan pemahaman yang keliru, sebab ada hikmah yang besar yang dikehendaki Allah Azza wajalla, dari amalan puasa yang dilakukan oleh setiap muslim, yaitu untuk membiasakan diri dengan penuh kesabaran dalam menjalankan apa saja yang diperintahkan kepada Allah Azza wajalla, dan meninggalkan seluruh apa saja yang dilarang-Nya, inilah yang disebut ‘Taqwallah”. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Wahai orang- orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang- orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang- orang yang bertaqwa.”
(QS.Al-Baqarah: 183)
Oleh karenanya, hendaknya seorang muslim harus berusaha untuk menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan “tarbiyah” yang mendidik jiwa, lisan dan anggota tubuhnya untuk terbiasa dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Rabbul Alamin. Sebab jika tidak , puasa sebulan penuh yang diamalkan bisa menjadi amalan yang sia- sia , tanpa membuahkan hasil yag diinginkan.
Rasulullah Shallallohu ‘alahi wasallam, bersabda:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ‘ucapan zur’, dan melakukannya serta melakukan perbuatan jahil, maka Allah tidak butuh kepadanya tatkala dia meninggalkan makan dan minum.”
(HR.Bukhari dari Abu Hurairah)
Yang dimakud ‘ucapan zur’, adalah setiap ucapan yang menyimpang dari kebenaran, diantaranya ucapan dusta, ghibah, adu domba,persaksian dusta untuk membenarkan yang batil, atau membatilkan kebenaran, dan yang lainnya. Yang dimaksud mengamalkannya adalah melakukan hal- hal yang diharamkan Allah U, dan yang dimaksud perbuatan jahil adalah melakukan tindakan yang menunjukkan kebodohan, seperti mencela, mencaci maki, melemparkan tudingan tak berdasar, dan yang lainnya.
Rasulullah Shallallohu ‘alahi wasallam, juga bersabda:
“Boleh jadi orang yang berpuasa, balasan yang didapatkannya hanyalah haus dan lapar, dan boleh jadi orang yang menegakkan qiyamullail, balasan yang didapatkannya hanyalah begadang dimalam hari.”
(HR.Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dari Abu Hurairah radiyallohu anhu)
Telah sahih dari Abul Mutawakkil An-Naji –Rahimahullah- berkata:
“Pernah Abu Hurairah radiyallohu anhu, dan para sahabatnya jika mereka berpuasa, mereka memperbanyak duduk di masjid, mereka berkata: Kami ingin membersihkan puasa-puasa kami.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah:1888)
Diriwayatkan pula dari Abu Saleh Al-Hanafi dari saudaranya yang bernama Thaliq bin Qais bahwa ia berkata: berkata Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallahu anhu:
“Jika Engkau berpuasa maka jagalah dirimu semampu kamu.” Maka jika Thaliq ia berpuasa, dia masuk ke rumahnya, dan tidak keluar kecuali untuk shalat.”
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah: 8788)
Jabir bin Abdillah –Radhiallahu anhuma- berkata:
“Jika kalian berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari berkata dusta. Janganlah engkau menyakiti pembantu, dan hendaknya engkau menjaga ketenangan dan kelembutan, jangan engkau menjadikan hari berpuasamu sama dengan hari ketika engkau tidak berpuasa.”
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah , Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud)
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata tatkala menjelaskan hakekat berpuasa:
“Orang yang berpuasa adalah orang yang berpuasa anggota tubuhnya dari berbuat dosa, berpuasa lisannya dari berkata dusta, ucapan kotor dan ucapan maksiat, berpuasa perutnya dari makan dan minum, berpuasa kemaluannya dari berhubungan, jika dia berbicara maka dia tidak berucap dengan sesuatu yang melukai puasanya, jika dia berbuat maka dia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya, sehingga seluruh ucapannya yang keluar adalah ucapan yang baik lagi bermanfaat, demikian pula amalan-amalannya.Ia berkedudukan seperti aroma yang dicium oleh orang yang duduk bersama penjual minyak kesturi. Demikian pula orang yang duduk bersama orang yang berpuasa, dia mendapatkan manfaat dengan duduk bersamanya, dan merasa aman dari maksiat, dusta, perbuatan fajir dan kezhaliman. Inilah puasa yang disyariatkan, bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum. Puasa hakiki adalah puasanya anggota tubuh dari berbuat dosa, puasanya perut dari makan dan minum. Sebagaimana makan dan minum dan memutus dan merusak puasa, demikian pula perbuatan dosa yang memutus pahalanya dan merusak hasilnya, sehingga ia menjadi seperti orang yang tidak berpuasa.”
(Al-Wabil Ash-Shayyib:64)
Ternyata, meraih hakekat puasa memang membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi, namun hal itu bukanlah sulit bagi siapa yang dimudahkan Allah azza wajalla. Adapun hanya sekedar menahan lapar dan haus, merupakan perkara mudah yang dapat dilakukan oleh siapa saja.
Berkata Atha’ bin As-Saaib –Rahimahullah- :“Para sahabat kami mengatakan: puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.”
Berkata Ja’far bin Burqan: “Aku mendengar Maimun berkata: Sesungguhnya puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum.”
(Diriwayatkan Abu Bakar bin Abi Syaibah: 3888)
Semoga Allah azza wajalla, memberi kemudahan kepada kita semua untuk meraih hakekat puasa yang sebenarnya. Amin Yaa Mujiibas Saailiin.
Ditulis oleh:
Abu Muawiyah Askari bin Jamal
8 Ramadhan 1433 H.
Sumber: salafybpp.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar anda terhadap artikel kami dengan kata-kata yang baik dan sopan